Para ulama
berbeda pendapat dalam masalah ini: apakah mata uang kertas sekarang yang
dijadikan alat bayar resmi terkena riba fadhl dan riba nasi`ah? Pendapat yang
rajih insya Allah adalah bahwa mata uang kertas adalah sesuatu yang berdiri
sendiri sebagai naqd seperti emas dan perak. Sehingga mata uang kertas itu
berjenis-jenis, sesuai dengan perbedaan jenis pihak yang mengeluarkannya. Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, satu riwayat dari Ahmad, dan yang
dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, mayoritas Ha`iah Kibarul Ulama. Dan
ini yang kebanyakan dipilih oleh seminar-seminar fiqih internasional semacam
Rabithah ‘Alam Islami, dikuatkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin,
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi. Dan inilah fatwa ulama kontemporer.
Mereka
mengatakan bahwa mata uang kertas disamakan dengan emas dan perak karena hampir
mirip (serupa) dengan ‘illat tsamaniyyah (sebagai alat bayar) yang ada pada
emas dan perak. Mata uang
kertas sekarang berfungsi sebagai alat bayar untuk barang-barang lain, sebagai
harta benda, transaksi jual beli, pembayaran hutang piutang dan perkara-perkara
yang dengan dasar itu riba diharamkan pada emas dan perak. Atas dasar pendapat di atas, maka ada beberapa hukum syar’i yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan masalah ini. Disebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da`imah (13/442-444) diketuai Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz,
anggota Asy-Syaikh Abdur-razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Al-Ghudayyan,
Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud, sebagai berikut:
1. Terjadi dua
jenis riba (fadhl dan nasi`ah) pada mata uang kertas sebagai-mana yang terjadi
pada emas dan perak.
2. Tidak boleh
menjual satu jenis mata uang dengan jenis yang sama atau dengan jenis mata uang
yang lain secara nasi`ah (tempo) secara mutlak. Misal, tidak boleh menjual 1
dolar dengan 5 real Saudi secara nasi`ah (tempo).
3. Tidak boleh
menjual satu jenis mata uang dengan jenis yang sama secara fadhl (selisih
nominal), baik secara tempo maupun serah terima di tempat. Misalnya, tidak
boleh menjual Rp. 1000 dengan Rp. 1.100.
4. Dibolehkan
menjual satu jenis mata uang dengan jenis mata uang yang berbeda secara mutlak,
dengan syarat serah terima di tempat. Misal, menjual 1 dolar dengan Rp. 10.000.
5. Wajib
mengeluarkan zakatnya bila mencapai nishab dan satu haul. Nishabnya adalah
nishab perak.
6. Boleh
dijadikan modal dalam syirkah atau sistem salam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Contoh : Riba Hutang Piutang
Tanya:
Assalamu alaikum. Afwan apakah dibolehkan muamalah seperti ini: Si A meminjam
uang kepada si B sebanyak 1 juta rupiah dengan perjanjian nanti dia harus
melunasinya dalam bentuk batu bata sebanyak 4000 buah (jadi Rp. 250,-/bata)
padahal harga bata ketika itu adalah Rp. 400,-/bata. Sehingga si B bisa menjual
bata tersebut dengan harga bata ketika itu?
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Yang nampak muamalah seperti ini tidak boleh karena
pada hakikatnya muamalah ini adalah riba dalam hutang piutang. Hakikatnya si A
meminjam uang 1 juta dan harus dia kembalikan 1.6 juta, walaupun si B melakukan
hilah (tipuan) dengan memasukkan masalah batu bata di antaranya.
No comments:
Post a Comment